1. Anak autis bisa didiagnosis sejak dini
Fakta tentang autis yang pertama ini mungkin cukup mencengangkan. Faktanya, banyak anak-anak yang berusia dibawah usia 18 bulan sudah didiagnosis memiliki gangguan spektrum autisme (ASD) Tetapi sebagian besar kondisi autisme ini juga bisa didiagnosis pada anak yang berusia lebih dari 24 bulan atau 2 tahun.
Alycia Halladay, PhD, kepala staf sains di Autism Science Foundation di New York City, mengatakan bahwa bila anak-anak berusia dua tahun udan memiliki masalah pada interaksi sosial mereka, dan ini bisa menjadi faktor penentu diagnosis autisme pada anak.
Tidak ada tes medis yang bisa mencari tahu seseorang mengidap autisme atau tidak. Dokter anak biasanya memeriksa perilaku anak melalui perkembangan mereka lalu sembari mengecek lewat tes pendengaran, penglihatan dan neurologisnya untuk mengetahui ada gangguan autis atau tidak pada anak.
2. Gejala autis berbeda-beda
Gejala gangguan spektrum autisme pada tiap orang berbeda-beda, ada yang gejalanya parah dan ada yang tidak. Gejala autisme umumnya menyerang kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial.
Tak jarang, ia lebih sering menyendiri dibanding harus main dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme juga memiliki gejala yang suka mengulang beberapa gerakan dan perilaku, menghindari kontak mata alwan bicara, atau bahkan terobsesi dengan mainan tertentu.
Gejala pada fakta tentang autis ini bisa diperhatikan orangtua. Antara lain bila anak Anda mengalami perilaku sensitif terhadap suara, tidak menanggapi ucapan Anda, atau tidak tertarik terhadap suatu objek yang memang menarik.
3. Lebih banyak anak laki-laki yang mengidap autis
Fakta tentang autis yang ketiga ini menemukan bahwa lebih banyak anak laki-laki yang memiliki gangguan spektrum autisme dibanding anak perempuan. Lalu, ditemukan mitos bahwa anak laki-laki dari ras kulit putih lah yang lebih sering mengidap autisme. Namun itu belum terbukti benar. Semua ras, suku dan usia bisa mengidap gangguan spektrum autisme.
4. Vaksin atau imunisasi tidak akan menyebabkan autisme
Banyak mitos lagi yang beredar bahwa autisme disebabkan mendapatkan suntik vaksin atau imunisasi. Namun sayang, hal itu tidak benar. Thimerosal adalah bahan vaksin lain yang pernah meningkatkan risiko autisme.
Pada akhirnya, penelitian tentant bahan vaksin ini dianggap cacat atau tidak valid. Maka tidak ditemukan bukti pasti antara vaksin dan autisme saling berkaitan. Bahkan, penelitian lanjutan lainnya secara konsisten malah menemukan vaksin untuk aman untuk kesehatan anak, dan tidak ada hubungannya dengan autisme.
No comments:
Post a Comment